Kamis, 24 Februari 2011

CAKUPAN SEMANTIK

Hakikat Belajar dan Pembelajaran
Dari uraian di atas; kita dapat menyimpulkan bahwa makna bahasa, khususnya makna kata, terpengaruh oleh berbagai konteks. Makna kata dapat dibangun dalam kaitannya dengan benda atau objek di luar bahasa. Dalam konsepsi ini, kata berperan sebagai label atau pemberi nama pada benda-benda atau objek-objek yang berada di alam semesta. Makna kata juga dapat dibentuk oleh konsepsi atau pembentukan konsepsi yang terjadi dalam pikiran pengguna bahasa. Proses pembentukannya berkait dengan pengetahuan atau persepsi penggunaan bahasa tersebut terhadap fenomena, benda atau peristiwa yang terjadi di luar bahasa. Dalam konteks ini, misalnya penggunaan bahasa akan tidak sama dalam menafsirkan makna kata demokrasi karena persepsi dan konsepsi mereka berbeda terhadap kata itu. Selain kedua konsepsi itu, makna kata juga dapat dibentuk oleh kaitan antara stimulus, kata dengan respons yang terjadi dalam suatu peristiwa ujaran.
Beranjak dari ketiga konsepsi ini maka kajian semantik pada dasarnya sangat bergantung pada dua kecenderungan. Pertama, makna bahasa dipengaruhi oleh konteks di luar bahasa, benda, objek dan peristiwa yang ada di alam semesta. Kedua, kajian makna bahasa ditentukan oleh konteks bahasa, yakni oleh aturan kebahasaan suatu bahasa.

Penamaan
Uraian di atas menunjukkan bahwa beberapa konsep dasar dalam semantik penting untuk dipahami. Contoh, pengertian sense berbeda dari pengertian reference. Pertama, merujuk kepada hubungan antar kata dalam suatu sistem bahasa dilihat dari kaitan maknanya. Sedangkan yang kedua merujuk kepada hubungan antara kata dengan benda, objek atau peristiwa di luar bahasa dalam pembentukan makna kata.
Begitu pula dengan pengertian tentang kalimat, ujaran dan proposisi perlu dipahami dalam kajian antik. Dalam keseharian, kerap tidak kita bedakan atau kalimat dengan ujaran. Kalimat sebagaimana kita pahami satuan tata bahasa yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat. Sedangkan ujaran dapat terdiri dari satu kata, frase atau kalimat yang diujarkan oleh seorang penutur yang ditandai oleh adanya unsur fonologis, yakni kesenyapan. dalam semantik kedua konsep ini memperlihatkan sosok kajian makna yang berbeda. Makna ujaran, misalnya lebih banyak dibahas dalam semantik tindak tutur. Peran konteks pembicaraan dalam mengungkapkan makna ujaran sangat penting. Sementara kajian makna kalimat lazimnya lebih memusatkan pada konteks tatabahasa dan unsur lain yang dapat dicakup dalam tata bahasa dalam bahasa Inggris, misalnya unsur waktu dapat digramatikakan yang terwujud dalam perbedaan bentuk kata kerja.
Mengingat pentingnya konsep-konsep itu, Anda sebagai pembelajar semantik hendaknya mencermati batasan dan penerapan konsep itu dalam kajian makna bahasa.


PERAN KONTEKS DALAM PEMAKNAAN BAHASA
Relativitas Bahasa, Pemaknaan Bahasa

Dari perbincangan kita dalam bagian modul di atas terlihat bahwa bahasa sangat erat kaitannya dengan budaya. Keduanya ibarat dua muka dari satu mata uang. Sebagaimana diyakini oleh sebagian ahli bahasa, language is a part of culture.
Pandangan seperti ini, ternyata berimbas pula pada kajian makna bahasa. Para pakar di bidang semantik cenderung terbagi ke dalam 2 kubu dalam melihat masalah ini. Pertama, kelompok yang menyatakan bahwa kajian makna bahasa seharusnya terlepas dari konteks (dalam cakupan yang luas adalah budaya) mengingat begitu banyak unsur konteks yang tidak dapat diwadahi oleh kaidah semantik. Pandangan ini tentu lebih cenderung dianut oleh pakar yang memusatkan kajiannya pada semantik bahasa (Linguistic Semantics). Para pakar dalam bidang ini lebih cenderung mengkaji makna bahasa hanya dari sisi peran kata dan kaitan antara kata dalam sebuah kalimat dalam membentuk makna bahasa. Kalaupun ada unsur konteks yang dimasukkan ke dalam kajiannya hanya sebatas unsur-unsur dari bahasa, seperti waktu yang dapat digramatikalkan. Dengan demikian, kajiannya cenderung mengurangi konteks penggunaan bahasa.
Kedua, kelompok yang menegaskan bahwa konteks tidak dapat dipisahkan dari kajian makna bahasa. Oleh karena itu, kajian makna bahasa yang dilakukan kelompok ini memperhitungkan konteks penggunaan bahasa. Kecenderungan ini, misalnya tampak dalam kajian Pragmatik (Pragmatics).
Berdasarkan kedua kecenderungan ini kita tentu dapat menentukan ke arah mana kajian makna bahasa yang kita lakukan. Mengingat kajian makna bahasa tidak hanya mencakup makna kata dan makna kalimat saja melainkan juga makna ujaran, tentu lebih bijak bagi kita apabila kajian makna bahasa mempertimbangkan kedua kecenderungan itu.

Peran Konteks Situasi, Pemaknaan Bahasa, Budaya dan Majas
Kajian makna bahasa sebagaimana disitir oleh Firth dan Malinowski sulit dipisahkan dari konteks penggunaan bahasa. Mereka, antara lain beranggapan bahwa bahasa merupakan wujud dari tindakan penggunaan bahasa yang bergantung pada situasi penggunaan bahasa.
Dalam memerinci ketergantungan makna bahasa pada konteks situasi berbahasa, para pakar antara lain menyarankan agar ciri-ciri yang melekat pada situasi harus teridentifikasi. Ciri yang menyangkut penutur dan pendengar, tempat bertutur serta objek yang dibicarakan, misalnya merupakan unsur-unsur situasi berbahasa. Kajian yang menekankan pada unsur ini lazimnya tercakup dalam pragmatik.
Kajian lain yang menekankan pada konteks situasi tampak dalam kajian makna bahasa yang kemukakan oleh kaum behaviorist. Bloomfield, misalnya menyatakan bahwa makna bahasa sangat bergantung pada hal ini. Pemaknaan terhadap ujaran sangat ditentukan oleh persepsi pengguna bahasa akan situasi berbahasa yang dihadapinya.
Ciri-ciri situasi berbahasa ini tentu idealnya dapat diwujudkan melalui unsur-unsur kebahasaan. Salah satu contoh upaya penggambaran konteks berbahasa dalam kajian makna adalah lewat penggunaan kata ganti atau yang lazim dikenal dengan deiksis. Deiksis, antara lain menggambarkan unsur-unsur peristiwa berbahasa, seperti aspek waktu, ruang, dan objek berikut peristiwa yang dirujuk dalam penggunaan bahasa.
Tentu saja tidak semua unsur yang melekat pada situasi berbahasa dapat diwujudkan melalui unsur bahasa, kata atau kalimat. Untuk itu, peran nirlinguistik, aspek-aspek di luar bahasa perlu diperhitungkan dalam kajian makna bahasa.

SEMANTIK LEKSIKAL, HUBUNGAN MAKNA, MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA
Semantik Leksikal

Makna bahasa sebagaimana terungkap dalam uraian di atas dipengaruhi sekurang-kurangnya oleh hubungan antara bahasa dengan (1) objek atau (2) peristiwa di luar bahasa atau oleh hubungan di antara unsur bahasa dalam suatu sistem bahasa. Kajian makna bahasa yang lebih memusatkan pada peran unsur bahasa atau kata dalam kaitannya dengan kata lain dalam suatu bahasa lazim disebut sebagai semantik leksikal.
Kajian makna dalam semantik leksikal lebih mendasarkan pada peran makna kata dan hubungan makna yang terjadi antarkata dalam suatu bahasa. Hubungan makna antar kata baik yang bersifat sintagmatik dan paradigmatik kerap digunakan untuk menjawab permasalahan makna kata. Kajian makna kata dalam konteks ini pada gilirannya tentu dapat menjawab permasalahan makna kalimat. Sebab sebagaimana kerap dikemukakan oleh ahli semantik bahwa makna kalimat bergantung pada makna kata yang tercakup dalam kalimat tempat kata itu terangkai. Peran kajian makna kata berdasarkan hubungan makna ini terasa penting mengingat tidak semua makna kata dapat dijelaskan oleh keterkaitannya dengan objek yang digambarkan oleh kata itu. Makna kata-kata yang bersifat abstrak, misalnya hanya mungkin dapat dijelaskan maknanya oleh hubungan makna antarkata dalam suatu bahasa.

Medan Makna dan Komponen Makna
Makna bahasa terutama makna kata dapat kita petakan menurut komponennya. Pandangan seperti ini, tampak dalam teori medan makna yang menyatakan bahwa kosakata dalam suatu bahasa terbentuk dalam kelompok-kelompok kata yang menunjuk kepada lingkup makna tertentu, misalnya perkakas dapur atau nama-nama warna. Dalam suatu medan makna, antara kata yang satu dengan kata lainnya menunjukkan hubungan makna yang dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan. Pertama golongan kolokasi yang menggambarkan hubungan sintagmatik antara kata-kata yang terdapat dalam suatu bidang tertentu atau medan tertentu. Kedua golongan ‘set’ yang cenderung menggambarkan hubungan paradigmatik antarkata dalam suatu bidang tertentu.
Untuk menggambarkan hubungan antar kata dalam suatu bidang tertentu dapat diungkapkan melalui komponen makna yang tercakup dalam kata-kata dalam suatu bidang tertentu. Komponen makna menunjukkan bahwa setiap kata maknanya terbentuk dari beberapa unsur atau komponen. Misalnya, kata-kata yang menggambarkan kekerabatan, seperti ‘ayah’, “ibu’, ‘adik’. ‘kakak’ dapat kita lihat komponen maknanya dalam diagram berikut.

Selain untuk menunjukkan hubungan makna antarkata, komponen makna juga berguna, antara lain untuk perumusan makna dalam kamus dan untuk menentukan apakah kalimat yang digunakan dapat diterima atau tidak secara semantik. Tentu saja untuk mengungkapkan komponen makna tersebut perlu dilakukan melalui analisis yang lazim dikenal sebagai analisis komponen makna. Analisis ini dalam kajian semantik leksikal tentu cukup menonjol mengingat manfaatnya yang cukup beragam dalam mengkaji makna kata dan hubungan makna antarkata dalam suatu bahasa.

Sinonimi, Antonimi dan Hiponii

Dalam unit ini kita telah mempelajari beberapa konsep yang berkaitan dengan:
1.     sinonimi;
2.     antonimi;
3.     hiponimi.
Beberapa istilah yang perlu Anda ingat yang berkaitan dengan ketiga konsep di atas adalah berikut ini.
1.     Hubungan sinonimi sempurna dan tidak sempurna
2.     Parafrase (paraphrasing).
3.     Antonimi biner (binary antonymy).
4.     Kebalikan (converses).
5.     Antonimi bertingkat (gradable antonymy).
6.     Kontradiksi (contradictory).
7.     Hipernim/superordinat.
Plosemi
Dalam unit ini kita telah mempelajari 3 konsep penting dalam hubungan makna, yaitu
1.     homonimi;
2.     polisemi;
3.     ambiguitas.
Istilah-istilah yang harus Anda ingat adalah:
1.     homograf;
2.     homofon;
3.     structural ambiguity;
4.     lexical ambiguity.
SEMANTIK DAN TATA BAHASA (SEMANTICS AND GRAMMAR)
Serbaneka tentang Tata Bahasa
Kita telah mempelajari beberapa konsep yang berkaitan dengan:
1.     tatabahasa formal (formal grammar);
2.     tatabahasa nosional (notional grammar);
3.     kategori tata bahasa (grammatical categories);
4.     tatabahasa dan leksikon (grammar and lexicon);
5.     hubungan-hubungan gramatikal (grammatical relations).
Beberapa istilah yang perlu Anda ingat yang berkaitan dengan ketiga konsep di atas adalah:
1.     gender, sex, tense, time;
2.     countable and uncountable (mass) nouns;
3.     surface structure vs deep structure;
4.     deep subject/objects;
5.     subjects, objects, agents, complements;
6.     gramatikal gender;
7.     enumeration;
8.     interpretive and generative
Dalam unit ini kita telah mempelajari beberapa konsep yang berkaitan dengan hal-hal berikut.
1.     Komponen dan kalimat (components and sentence).
2.     Tatabahasa kasus (case grammar).
3.     Jenis kalimat dan modalitas (sentence types and modality).
Beberapa istilah yang perlu Anda ingat yang berkaitan dengan ketiga konsep di atas adalah berikut ini.
1.     Semantic components or semantic properties (komponen-komponen makna).
2.     Projection rules (aturan-aturan pemroyeksian).
3.     Amalgamation (penggabungan).
4.     Paths (jalur).
5.     Berbagai istilah yang ada hubungannya dengan tata bahasa kasus, seperti berikut.
a. Agent (pelaku/perantara).
b. Patient (yang dikenai pekerjaan).
c. Instrument (alat untuk melakukan pekerjaan).
d. Cause (penyebab terjadinya sebuah pekerjaan);
e. Experience (yang mengalami proses terjadinya sebuah pekerjaan).
f. benxefactive (yang mendapatkan keberuntungan dari akibat adanya pekerjaan).
g. Locative (tempat terjadinya sebuah pekerjaan).
h. Temporal (waktu terjadinya sebuah pekerjaan).

6.     Declarative and statement.
7.     Interrogative and question.
8.     Imperative and command.
9.     Mood and modality: emphatic, period, quotative, report, and indefinite and question
10.  Epistemic and deontic.
MAKNA UJARAN
Bahasa Lisan dan Tulisan, Topik dan Komentar, Tindak Tutur, Tindak Lokusi dan Perlokusi
Dalam unit ini kita telah mempelajari beberapa konsep yang berkaitan dengan hal-hal berikut.
1.     Perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa tulisan dilihat sari sejarah perkembangan kebahasaan manusia, pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari, dan cara penyampaian pesan/makna.
2.     Hubungan antara topik (topic)dan komentar (comment) dalam ujaran
3.     Teori tindak tutur (speech acts) dalam kaitannya dengan makna ujaran
4.     Tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi (elocutionary, illocutionary, and perlocutionary acts) dalam hubungannya dengan makna ujaran.
Kondisi Felisitas, Pra Anggapan, Implikatur Percakapan Semantik dan Pengajaran Bahasa
Dalam unit ini kita telah mempelajari beberapa konsep yang berkaitan dengan hal-hal berikut.
1.     Kondisi felisitas (felicity conditions) dan hubungannya dengan makna ujaran.
2.     Peran praanggapan (presuppositions) dalam membentuk makna ujaran.
3.     Peran implikatur percakapan (conversational implicature) dalam membentuk makna ujaran.
4.     Peran semantik dalam pengajaran bahasa Inggris.
Sumber buku semantics karya Wahyu Sandayana









Semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa Yunani Sema (Nomina) ‘tanda’: atau dari verba samaino ‘menandai’, ‘berarti’. Istilah tersebut digunakan oleh para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna. Semantik merupakan bagian dari tiga tataran bahasa yang meliputi fonologi, tata bahasa (morfologi-sintaksis) dan semantik.

Istilah semantik baru muncul pada tahun 1984 yang dikenal melalui American Philological Association ‘organisasi filologi amerika’ dalam sebuah artikel yang berjudul Reflected Meanings: A point in Semantics. Istilah semantik sendiri sudah ada sejak abad ke-17 bila dipertimbangkan melalui frase semantics philosophy. Sejarah semantik dapat dibaca di dalam artikel “An Account of the Word Semantics (Word, No.4 th 1948: 78-9). Breal melalui artikelnya yang berjudul “Le Lois Intellectuelles du Language” mengungkapkan istilah semantik sebagai bidang baru dalm keilmuan, di dalam bahasa Prancis istilah sebagai ilmu murni historis (historical semantics).




Historical semantics ini cenderung mempelajari semantik yang berhubungan dengan unsur-unsur luar bahasa, misalnya perubahan makna dengan logika, psikologi, dst. Karya Breal ini berjudul Essai de Semanticskue. (akhir abad ke-19).

Reisig (1825) sebagai salah seorang ahli klasik mengungkapkan konsep baru tentang grammar (tata bahasa) yang meliputi tiga unsur utama, yakni etimologi, studi asal-usul kata sehubungan dengan perubahan bentuk maupun makna; sintaksis, tata kalimat dalam semasiologi, ilmu tanda (makna). Semasiologi sebagai ilmu baru pada 1820-1925 itu belum disadari sebagai semantik. Istilah Semasiologi sendiri adalah istilah yang dikemukakan Reisig. Berdasarkan pemikiran Resigh tersebut maka perkembangan semantik dapat dibagi dalam tiga masa pertumbuhan, yakni:
1. Masa pertama, meliputi setengah abad termasuk di dalamnya kegiatan reisig; maka ini disebut Ullman sebagai ‘Undergound’ period. 
2. Masa Kedua, yakni semantik sebagai ilmu murni historis, adanya pandangan historical semantics, dengan munculnya karya klasik Breal(1883)
3. Masa perkembangan ketiga, studi makna ditandai dengan munculnya karya filolog Swedia Gustaf Stern (1931) yang berjudul “Meaning and Change of Meaning With Special Reference to the English Language Stern melakukan kajian makna secara empiris 

Semantik dinyatakan dengan tegas sebagai ilmu makna, baru pada tahun 1990-an dengan munculnya Essai de semantikue dari Breal, yang kemudian pada periode berikutnya disusul oleh karya Stern. Tetapi, sebelum kelahiran karya stern, di Jenewa telah diterbitkan bahan, kumpulan kuliah dari seorang pengajar bahasa yang sangat menentukan perkembangan linguistik berikutnya, yakni Ferdinand de Saussure, yang berjudul Cours de Linguistikue General. Pandangan Saussure itu menjadi pandangan aliran strukturalisme. Menurut pandangan strukturalisme de Saussure, bahasa merupakan satu sistem yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan (the whole unified). Pandangan ini kemudian dijadikan titik tolak penelitian, yang sangat kuat mempengaruhi berbagai bidang penelitian, terutama di Eropa.

Pandangan semantik kemudian berbeda dengan pandangan sebelumnya, setelah karya de Saussure ini muncul. Perbedaan pandangan tersebut antara lain:
1. Pandangan historis mulai ditinggalkan
2. Perhatian mulai ditinggalkan pada struktur di dalam kosa kata,
3. Semantik mulai dipengaruhi stilistika
4. Studi semantik terarah pada bahasa tertentu (tidak bersifat umum lagi)
5. Hubungan antara bahasa dan pikira mulai dipelajari, karena bahasa merupakan kekuatan yang menetukan dan mengarahkan pikiran (perhatian perkembangan dari ide ini terhadap SapirWhorf, 1956-Bahasa cermin bangsa).
6. Semantik telah melepaskan diri dari filsafat, tetapi tidak berarti filsafat tidak membantu perkembangan semantik (perhatikan pula akan adanya semantik filosofis yang merupakan cabang logika simbolis.

Pada tahun 1923 muncul buku The Meaning of Meaning karya Ogden & Richards yang menekankan hubungan tiga unsur dasar, yakni ‘thought of reference’ (pikiran) sebagai unsur yang menghadirkan makna tertentu yang memiliki hubungan signifikan dengan referent(acuan). Pikiran memiliki hubungan langsung dengan symbol (lambang). Lambang tidak memiliki hubungan langsung dengan symbol (lambang). Lambang tidak memiliki hubungan yang arbitrer. Sehubungan dengan meaning, para pakar semantik biasa menetukan fakta bahwa asal kata meaning(nomina) dari to mean (verba), di dalamnya banyak mengandung ‘meaning’ yang berbeda-beda. Leech (1974) menyatakan bahwa ahli-ahli semantik sering tidak wajar memikirkan’the meaning of meaning’ yang diperlukan untuk pengantar studi semantik. Mereka sebenarnya cenderung menerangkan semantik dalam hubungannya dengan ilmu lain; para ahli sendiri masih memperdebatkan bahwa makna bahasa tidak dapat dimengerti atau tidak dapat dikembangkan kecuali dalam makna nonlinguistik.

Istilah semantik pun bermacam-macam, atara lain, signifik, semisiologi, semologi, semiotik, sememmik, dan semik. Palmer (1976), Lyons (1977), dan Leech (1974) menggunakan sitilah semantcs. Lehrer (1974) mengemukakan bahwa semantik merupakan bidang yang sangat luas, karena ke dalamnya melibatkan unsur-unsur struktur dan fungsi bahasa, yang berkaitan erat dengan psikologi, filsafat dan antropologi, serta sosiologi. Antropologi berkepentingan di bidang semantik antara lain, karena analisis makna di dalam bahasa dapat menyajikan klasifikasikasi budaya pemakai bahasa secara praktis. Ilsafat berhubungan erat dengan semantik karena persoalan makna tertentu yan dapat dijelaskan secara filosofis (mis, makna ungkapan dan peribahasa). Psikologi berhubungan erat dengan semantik karena psikologi memanfaatkan gejala kejiwaan yang ditampilkan manusia secara verbal dan nonverbal. Sosiologi memiliki kepentingan dengan semantik, karena ungkapan atau ekspresi tertentu dapat memandai kelompok sosial atau identitas sosial tertentu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar